Menyongsong Perhelatan Komunitas Sastra Cyber Kemudian.com
Wednesday, November 7, 2007 | Labels: pengantar | |oleh Zabidi Ibnoe Say
Salam sastra,
Salah satu sahabat saya, Dino F. Umahuk, memberi tahu saya bahwa ia telah menulis pengantar resensi di Kemudian.com dengan kajiannya yang lumayan komplit seputar dunia sastra cyber, sejarah dan fenomenanya. Maka di tengah kesibukan menyelesaikan program proposal saya tergugah untuk ikut sedikit memberikan catatan pengantar.
Salah satu sahabat saya, Dino F. Umahuk, memberi tahu saya bahwa ia telah menulis pengantar resensi di Kemudian.com dengan kajiannya yang lumayan komplit seputar dunia sastra cyber, sejarah dan fenomenanya. Maka di tengah kesibukan menyelesaikan program proposal saya tergugah untuk ikut sedikit memberikan catatan pengantar.
Seperti beberapa waktu lalu saat saya membuka milis Bunga Matahari, menyimak milis kemudian.com seperti menjejakkan kaki ke dunia penuh warna. Dunia anak-anak muda dengan tulisan-tulisan mereka yang spontan, berani dan penuh semangat. Saya seakan sedang membayangkan berjalan-jalan di sebuah mall dengan dinding-dinding berhiaskan lukisan kata-kata. Begitu lugas, sederhana dan terkadang apa adanya. Tulisan-tulisan mereka begitu dinamis. Ungkapan perasaan jiwa sedih atau gembira hadir tetap dengan warna kesegarannya. Seperti obrolan mereka di kantin sekolah, kedai kampus atau cafe-cafe.
Saya tidak sedang ingin memperdebatkan apakah karya-karya mereka sudah memiliki kualitas karya sastra. Bagi saya tidak penting. Kemauan dan keberanian menulis serta mempublikasikan tulisan dalam sebuah komunitas milis, lalu di apresiasi oleh teman-temannya sudah merupakan awal sebuah proses yang baik. Semakin sering menulis, keterampilan memilih dan memilah kata dengan sendirinya akan terus terasah. Semakin banyak pergulatan dalam interaksi sosial, akan makin mematangkan jiwa dan memungkinkan mereka mampu menuangkannya dalam beragam tema. Tentu saja nantinya tema sesederhana apapun akan tetap hadir dengan padat, dalam dan dengan kesegarannya.
Menilik nama situs “Kemudian.com” saya sedang menduga-duga. Mungkin pemilihan nama ini memang berangkat dari kesadaran bahwa mereka sedang berproses, melatih diri, mengembangkan kemampuan menulisnya. Kesadaran untuk berproses tanpa merasa digurui membuat siapa saja yang menjadi anggota di dalamnya tetap dapat mengekspresikan perasaan dengan enjoy dan tanpa beban.
Ya, pada dasarnya betapa menyenangkan dapat menulis tanpa merasa terikat kaedah-kaedah yang rumit. Biarlah sementara ada pihak-pihak yang merasa paling memahami bahasa sastra. Lalu menghadirkan sajak-sajak rumit dan pelik dalam media cetak bergengsi. Yang kadang-kadang saya pun sering mengernyitkan dahi membacanya.
Di awal-awal saya menulis, lewat seorang teman, sajak-sajak saya diresensi oleh Bp. Sitor Situmorang. Saat saya ketemu dengan beliau dan bertanya apakah itu puisi? Beliau menjawab, “Puisi bukan dakwah para biksu, pendeta atau ustad, puisi akan menjadi puisi jika ia tidak menyimpulkan apalagi menggurui, puisi akan menjadi puisi jika ia mampu menjadi bahan renungan dan inspirasi bagi setiap pembacanya.”
Ada hal menarik yang patut dicatat dalam kegiatan milis seperti Kemudian.com ini. Di samping selalu padat dengan lalu lintas postingan tulisan-tulisan anggotanya, yang membuat mereka tetap saling mempunyai ikatan kecintaan terhadap milis sebagai rumah “curhat”, ada hal lain yang juga tak kalah menarik. Mereka membuat produk semacam pembatas buku atau t-shirt dengan kemasan yang menarik lalu ditawarkan kepada setiap anggotanya. Hal-hal yang tampaknya sepele ini sangat mungkin dilakukan oleh komunitas dengan networking sebagai medianya. Dan ini entah disadari atau tidak telah mampu membuat sebuah ikatan persahabatan tetap solid, dan dengan suasana yang guyup. Betapa indah di tengah kesumpekan hidup dan sesaknya nafas kota.
Patut di syukuri, di samping menulis, para awak milis Kemudian.com juga menyadari pentingnya membaca buku-buku sastra. Windry Ramadhina misalnya, nahkoda dari milis Kemudian.com ini dalam satu perbincangan dengan saya lewat YM, lagi asyik masyuk menyimak kumpulan cerpen atau novel dari penulis-penulis ternama di tanah air saat ini. Keinginan membaca sastra akan dengan sendirinya hadir saat mereka membutuhkannya.
Artinya saya akan siap-siap terkejut di kemudian hari, lewat Kemudian.com, akan lahir penulis-penulis handal. Semoga.
Jadi, tetap semangat!
Menulis? siapa takut?!
Saya tidak sedang ingin memperdebatkan apakah karya-karya mereka sudah memiliki kualitas karya sastra. Bagi saya tidak penting. Kemauan dan keberanian menulis serta mempublikasikan tulisan dalam sebuah komunitas milis, lalu di apresiasi oleh teman-temannya sudah merupakan awal sebuah proses yang baik. Semakin sering menulis, keterampilan memilih dan memilah kata dengan sendirinya akan terus terasah. Semakin banyak pergulatan dalam interaksi sosial, akan makin mematangkan jiwa dan memungkinkan mereka mampu menuangkannya dalam beragam tema. Tentu saja nantinya tema sesederhana apapun akan tetap hadir dengan padat, dalam dan dengan kesegarannya.
Menilik nama situs “Kemudian.com” saya sedang menduga-duga. Mungkin pemilihan nama ini memang berangkat dari kesadaran bahwa mereka sedang berproses, melatih diri, mengembangkan kemampuan menulisnya. Kesadaran untuk berproses tanpa merasa digurui membuat siapa saja yang menjadi anggota di dalamnya tetap dapat mengekspresikan perasaan dengan enjoy dan tanpa beban.
Ya, pada dasarnya betapa menyenangkan dapat menulis tanpa merasa terikat kaedah-kaedah yang rumit. Biarlah sementara ada pihak-pihak yang merasa paling memahami bahasa sastra. Lalu menghadirkan sajak-sajak rumit dan pelik dalam media cetak bergengsi. Yang kadang-kadang saya pun sering mengernyitkan dahi membacanya.
Di awal-awal saya menulis, lewat seorang teman, sajak-sajak saya diresensi oleh Bp. Sitor Situmorang. Saat saya ketemu dengan beliau dan bertanya apakah itu puisi? Beliau menjawab, “Puisi bukan dakwah para biksu, pendeta atau ustad, puisi akan menjadi puisi jika ia tidak menyimpulkan apalagi menggurui, puisi akan menjadi puisi jika ia mampu menjadi bahan renungan dan inspirasi bagi setiap pembacanya.”
Ada hal menarik yang patut dicatat dalam kegiatan milis seperti Kemudian.com ini. Di samping selalu padat dengan lalu lintas postingan tulisan-tulisan anggotanya, yang membuat mereka tetap saling mempunyai ikatan kecintaan terhadap milis sebagai rumah “curhat”, ada hal lain yang juga tak kalah menarik. Mereka membuat produk semacam pembatas buku atau t-shirt dengan kemasan yang menarik lalu ditawarkan kepada setiap anggotanya. Hal-hal yang tampaknya sepele ini sangat mungkin dilakukan oleh komunitas dengan networking sebagai medianya. Dan ini entah disadari atau tidak telah mampu membuat sebuah ikatan persahabatan tetap solid, dan dengan suasana yang guyup. Betapa indah di tengah kesumpekan hidup dan sesaknya nafas kota.
Patut di syukuri, di samping menulis, para awak milis Kemudian.com juga menyadari pentingnya membaca buku-buku sastra. Windry Ramadhina misalnya, nahkoda dari milis Kemudian.com ini dalam satu perbincangan dengan saya lewat YM, lagi asyik masyuk menyimak kumpulan cerpen atau novel dari penulis-penulis ternama di tanah air saat ini. Keinginan membaca sastra akan dengan sendirinya hadir saat mereka membutuhkannya.
Artinya saya akan siap-siap terkejut di kemudian hari, lewat Kemudian.com, akan lahir penulis-penulis handal. Semoga.
Jadi, tetap semangat!
Menulis? siapa takut?!
salam hangat dari Cyberia!!