[Profil] Nanang Suryadi
Wednesday, November 7, 2007 | Labels: narasumber | 0 comments |Buku-buku puisi yang menyimpan puisinya, antara lain: Sketsa (HP3N, 1993), Sajak Di Usia Dua Satu (1994), dan Orang Sendiri Membaca Diri (SIF, 1997), Silhuet Panorama dan Negeri Yang Menangis (MSI,1999), Telah Dialamatkan Padamu (Dewata Publishing, 2002) sebagai kumpulan puisi pribadi.
Sedangkan antologi puisi bersama rekan-rekan penyair, antara lain: Cermin Retak (Ego, 1993), Tanda (Ego- Indikator, 1995), Kebangkitan Nusantara I (HP3N, 1994), Kebangkitan Nusantara II (HP3N, 1995), Bangkit (HP3N, 1996), Getar (HP3N, 1995 ), Batu Beramal II (HP3N, 1995), Sempalan (FPSM, 1994), Pelataran (FPSM, 1995), Interupsi (1994), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa-KSI, 1997), Resonansi Indonesia (KSI, 2000), Graffiti Gratitude (Angkasa-YMS, 2001), Ini Sirkus Senyum (Komunitas Bumi Manusia, 2002), Hijau Kelon & Puisi 2002 (Penerbit Buku Kompas, 2002).
Sesi V Resensi
| Labels: resensi, sesi 5 | 0 comments |Start: 21 Januari 2008
Location: kemudian.com
Peresensi :
Nanang Suryadi
Mikael Johani
Lisa Febriyanti
Amalia Suryani
(detil peresensi masih akan bertambah dan detil karya akan menyusul)
Sesi IV Resensi
| Labels: resensi, sesi 4 | 0 comments |Start: 7 Januari 2008
Location: Kemudian.com
Peresensi :
M. Aan Mansyur
Budhi Setyawan
Nanang Suryadi
Mikael Johani
Lisa Febriyanti
Fahmi Amrulloh
Hara Hope
(detil peresensi masih akan bertambah dan detil karya akan menyusul)
Sesi III Resensi
| Labels: resensi, sesi 3 | 0 comments |Start: 17 Desember 2007
Location: Kemudian.com
Peresensi :
Zabidi Ibnoe Say
Nanang Suryadi
Mikael Johani
Amalia Suryani
Setiyo Bardono
Ratih Kumala
(detil peresensi masih akan bertambah dan detil karya menyusul)
Sesi II Resensi
| Labels: resensi, sesi 2 | 0 comments |Start: 3 Desember 2007
Location: Kemudian.com
Materi : 4 puisi, 4 prosa
Peresensi Puisi :
M. Aan Mansyur
Mikael Johani
Nanang Suryadi
Inez Dikara
Peresensi Prosa :
Gunawan Maryanto
Kurnia Effendi
Yonathan Rahardjo
Primadona Angela
Puisi :
Aku, Kau ... Kita
Prosa :
Putri Impian
Bincang Kecil Tono
(list detil akan menyusul atau bisa juga berubah)
Sesi I Resensi
| Labels: resensi, sesi 1 | 2 comments |Start: 20 November 2007
Location: Kemudian.com
Peresensi :
TS Pinang
Mikael Johani
Nanang Suryadi
Isman H. Suryaman
Wawan Eko Yulianto
Zabidi Ibnoe Say
Lisa Febriyanti
Puisi :
Puisi Kilat (TS Pinang, Nanang Suryadi)
Di Matamu Yang Ilalang (Mikael Johani, TS Pinang)
Prosa :
Hari Ini Kita Berpisah, Rani (Lisa Febriyanti, Zabidi Ibnoe Say)
Anak Kampung (Lisa Febriyanti, Wawan Eko Yulianto)
Eskapisme (Isman H. Suryaman, Wawan Eko Yulianto)
Monet (Isman H. Suryaman, Zabidi Ibnoe Say)
Note: list peresensi maupun karya bisa berubah sewaktu-waktu
[Profil] TS Pinang
| Labels: narasumber | 0 comments |[Profil] Isman H. Suryaman
| Labels: narasumber | 0 comments |Pada Ubud Writers and Readers Festival 2007, Isman terpilih sebagai salah satu penulis tuan rumah. Bertanya Atau Mati! bahkan disebut-sebut di kalangan panitia sebagai "Parasit Lajang versi Laki". Dalam festival sastra bergengsi itu, Isman menjadi salah satu panelis dalam "The Art of Satire".
[Profil] Dino F. Umahuk
| Labels: narasumber | 0 comments |Saat ini selain menekuni kesibukannya sehari-hari sebagai Program Officer Peace Building di Bappenas untuk reintegrasi dan Perdamaian Aceh, ia juga mengurus situs fordisastra.com sebagai redaktur bersama Nanang Suryadi dan Hasan Aspahani.
[Profil] Zabidi Ibnoe Say
| Labels: narasumber | 0 comments |Menyongsong Perhelatan Komunitas Sastra Cyber Kemudian.com
| Labels: pengantar | 1 comments |oleh Zabidi Ibnoe Say
Salah satu sahabat saya, Dino F. Umahuk, memberi tahu saya bahwa ia telah menulis pengantar resensi di Kemudian.com dengan kajiannya yang lumayan komplit seputar dunia sastra cyber, sejarah dan fenomenanya. Maka di tengah kesibukan menyelesaikan program proposal saya tergugah untuk ikut sedikit memberikan catatan pengantar.
Saya tidak sedang ingin memperdebatkan apakah karya-karya mereka sudah memiliki kualitas karya sastra. Bagi saya tidak penting. Kemauan dan keberanian menulis serta mempublikasikan tulisan dalam sebuah komunitas milis, lalu di apresiasi oleh teman-temannya sudah merupakan awal sebuah proses yang baik. Semakin sering menulis, keterampilan memilih dan memilah kata dengan sendirinya akan terus terasah. Semakin banyak pergulatan dalam interaksi sosial, akan makin mematangkan jiwa dan memungkinkan mereka mampu menuangkannya dalam beragam tema. Tentu saja nantinya tema sesederhana apapun akan tetap hadir dengan padat, dalam dan dengan kesegarannya.
Menilik nama situs “Kemudian.com” saya sedang menduga-duga. Mungkin pemilihan nama ini memang berangkat dari kesadaran bahwa mereka sedang berproses, melatih diri, mengembangkan kemampuan menulisnya. Kesadaran untuk berproses tanpa merasa digurui membuat siapa saja yang menjadi anggota di dalamnya tetap dapat mengekspresikan perasaan dengan enjoy dan tanpa beban.
Ya, pada dasarnya betapa menyenangkan dapat menulis tanpa merasa terikat kaedah-kaedah yang rumit. Biarlah sementara ada pihak-pihak yang merasa paling memahami bahasa sastra. Lalu menghadirkan sajak-sajak rumit dan pelik dalam media cetak bergengsi. Yang kadang-kadang saya pun sering mengernyitkan dahi membacanya.
Di awal-awal saya menulis, lewat seorang teman, sajak-sajak saya diresensi oleh Bp. Sitor Situmorang. Saat saya ketemu dengan beliau dan bertanya apakah itu puisi? Beliau menjawab, “Puisi bukan dakwah para biksu, pendeta atau ustad, puisi akan menjadi puisi jika ia tidak menyimpulkan apalagi menggurui, puisi akan menjadi puisi jika ia mampu menjadi bahan renungan dan inspirasi bagi setiap pembacanya.”
Ada hal menarik yang patut dicatat dalam kegiatan milis seperti Kemudian.com ini. Di samping selalu padat dengan lalu lintas postingan tulisan-tulisan anggotanya, yang membuat mereka tetap saling mempunyai ikatan kecintaan terhadap milis sebagai rumah “curhat”, ada hal lain yang juga tak kalah menarik. Mereka membuat produk semacam pembatas buku atau t-shirt dengan kemasan yang menarik lalu ditawarkan kepada setiap anggotanya. Hal-hal yang tampaknya sepele ini sangat mungkin dilakukan oleh komunitas dengan networking sebagai medianya. Dan ini entah disadari atau tidak telah mampu membuat sebuah ikatan persahabatan tetap solid, dan dengan suasana yang guyup. Betapa indah di tengah kesumpekan hidup dan sesaknya nafas kota.
Patut di syukuri, di samping menulis, para awak milis Kemudian.com juga menyadari pentingnya membaca buku-buku sastra. Windry Ramadhina misalnya, nahkoda dari milis Kemudian.com ini dalam satu perbincangan dengan saya lewat YM, lagi asyik masyuk menyimak kumpulan cerpen atau novel dari penulis-penulis ternama di tanah air saat ini. Keinginan membaca sastra akan dengan sendirinya hadir saat mereka membutuhkannya.
Artinya saya akan siap-siap terkejut di kemudian hari, lewat Kemudian.com, akan lahir penulis-penulis handal. Semoga.
Jadi, tetap semangat!
Menulis? siapa takut?!
Tidak Semua Orang Bisa Menulis Puisi
| Labels: pengantar, resensi | 0 comments |oleh Dino Umahuk
Puisi adalah karya sastra yang bersifat imajinatif sekaligus konotatif. Dibanding bentuk karya sastra lain, bahasa puisi lebih memilki banyak kemungkinan makna. Hal ini disebabkan karena terjadinya konsentrasi atau pemadatan segenap kakuatan bahasa di dalam puisi. Struktur fisik dan struktur batin puisi yang sanat padat bersenyawa secara padu bagaikan gula dalam larutan kopi.
Penekanan pada segi estetik suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Beberapa ahli modern memiliki pendekatan dengan mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literatur tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas.
Puisi terkadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Bagi pembaca hal tersebut mungkin membuat puisi tersebut menjadi tidak dimengeti. Tapi penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi.
Berkembangnya Sastra Cyber di Indonesia
Pada hari Rabu, 9 Mei 2001, sebuah buku berjudul “Grafity Gratitude” diterbitkan oleh Yayasan Multimedia Sastra. Buku yang cukup menghebohkan dunia kesusateraan Indonesia itu dapatlah kita sebutkan sebagai menumen berkembangnya sastra cyber di tanah air. Sejak saat itu, melalui situs www.cybersastra.net, sastra cyber semakin berkembang dan mendapat tempatnya terutama dikalangan kelas menangah dan mahasiswa, bahkan berhasil membentuk jaringan antar sastrawan diseluruh tanah air baik yang ada di dalam maupun luar negeri termasuk sastrawan malaysia. Beberapa bahkan menjalin hubungan akrab baik sebagai teman maupun pasangan hidup.
Salah satu perdebatan yang cukup panas ketika itu hingga kini adalah soal mutu dan kualitas sastra cyber. Seorang teman, Saya kira dibesarkan juga oleh sastra cyber dan belakangan lebih banyak menulis di koran, bahkan mempertanyakan apa bedanya sastra cyber dengan ,,tong sampah”. Artinya siapa saja asal punya komputer dan koneksi internet dapat mempublikasi puisi, cerpan, foto bahkan segala tetek-bengek dari yang paling sopan sampai yang paling porno. Siapa saja asa punya uang untuk bayar sewa warnet bisa bikin web blog dan menaruh segala rupa tulisan gambar dan bunyi didalamnya dari yang paling umum sampai yang paling pribadi.
Tak dinyana dunia kreativitas memang telah memasuki babak baru. Sensor dan peran redaksi nyaris tak ada sama sekali, (Kecuali bagi sastrawan yang menulis agar bisa makan). Langit yang luas, alam semesta maya menjadi arena kita menuangkan ide. Tak ada batas kecuali transfer speed, bandwith, dan file space. Ditambah jam kantor yang hampir selesai dan satpam sudah menunggu di pintu kantor, karena mengirimkannya dari komputer kantor atau uang dikantong yang masih cukup bagi mereka yang nongkrong di warnet.
Sebagai penggiat sastra cyber, Saya merasa bahagia melihat beratus-ratus bahkan beribu-ribu orang berusaha menjadi penyair, menyamai atau mengalahkan nama-nama yang terlanjur menjadi „berhala” di dunia kesusasteraan nasional. Mereka ingin bicara apa saja menulis apa saja karena dalam dunia sastra cyber/multimedia huruf bukanlah segala-galanya.
Dilayar monitor komputer, kita bisa melihat baris-baris muncul dengan animasi huruf yang indah seolah menari, diiringi semburan warna-warni latar belakang suara ombak, nyanyian burung, atau vokalisasi dan musikalisasinya. Ini merupakan peluang yang perlu dilihat dan dimanfaatkan oleh kita semua selaku penggiat sasta cyber. Dalam hal ini kita patut mencatat bahwa YMS pernah mengeluarkan antologi puisi digital, Cyberpuitika pada 2002. Hal semacam ini layaknya di lakukan juga oleh kemunitas sasta cyber lain.
Dalam kaitan itu, beberapa hari yang lalu Saya menerima sebuah email yang tiba-tiba menyelinap ke folder email pribadi Saya, yang ternyata datang dari sebuah wadah ekpresi sastra bernama kemudian.com. Jujur saja itu pertama kalinya Saya mengetahui bahwa diantara beragam situs sastra, ada sebuah situs yang bernama kemudian.com.
Tanpa pikir panjang Saya mengiyakan saja permintaan untuk menjadi salah satu apresiator karya para penghuni rumah kemudian.com yang ditawarkan kepada Saya. Belakangan Saya juga diberitahu bahwa ada dua kawan karib yang ikut memberi aprasiasi yakni Hasan Aspahani dan Zay Lawang Langit.
Setelah seminggu membuka kamar puisi dan membedahnya dengan saksama, Saya menemukan tiga buah puisi yang menurut pendapat saya lumayan bernas dan manis. Ada baiknya ketiga puisi itu saya sertakan disini:
Kucari Engkau
telah kucari engkau sampai ke batasnya jingga. sampai ngiangnya camar berterbangan di telinga. sampai laut menjemput. sampai waktu tersudut. sampai kota berubah sunyi. dan langkahku segala bunyi. sampai padang ilalang. oleh hujannya gemintang. sampai aku merapuh. dan hilang.
telah kucari engkau sampai ke batasnya jingga. kucari engkau. kucari engkau.
dikirim ghe
Gadis Bunga
"Ini puisi yang kubuat waktu musim hujan, musim yang kusukai."
Saat Bunga musim hujan berguguran
Saat itulah seluruh rapuh menggema
Aku tak lagi berharap
Akan bunga desember yang menantang
Akan kelopak-kelopak orangenya
Yang melegakan jiwa
Saat daun-daun kering berserakan
Saat itulah remuk menyeru
Aku tak lagi mengingat
Tentang harapan warna-warni cerah
Akan putihnya melati, atau merahnya mawar
Akan hijaunya daun dan lembutnya awan
Biarkan rindu yang datang
Biarkan sesak yang ada
Menyeruak dia antara tumpukan ranting pohon
Yang terkelupas kulitnya
dikirim mamotte_luna
kepada banyak pertanyaan
kau sebut aku dengan nama selain perempuan
mungkin ingin kau isyaratkan
bahwa kau bersungguh sungguh dengan keresahan
lalu kubuat sajak sajak jawaban
yang justru membuahkan pertanyaan
dalam renung
dahanmu kerap kupasung karena beburung tak mau terbang dari dahan tanjung...
lelaki...lelaki...
dapatkah kata meyakinkan hati
sedang langit dan lautan belum juga berpapasan
mereka saling dusta tentang mimpi dan realita
tapi aku akan mengelus kepala dan menidurkanmu dengan manja
di dada..?, kutanya
sambil kuceritakan sebuah musim yang hening juga panjang
dikirim kucing_betina
Ketiga puisi ini menurut Saya telah memenuhi unsur-unsur sebuah puisi, yakni puisi sebagai bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan stuktur batinnya. Selebihnya saya baru melihat ada semacam gumam dan curhat yang bisa kita temui pada buku diary para remaja.
Namun demikian saya tentunya tidak patah arang jika melihat kenyataan perpuisian tanah air saat ini. Nama-nama besar yang sekarang menghiasi ranah puisi seperti, Hasan Aspahani, Nanang Suryadi, Aan Mansyur, TS Pinang dan sederat nama lain, adalah orang-orang yang juga lahir dari almarhum ibu kandung sastra cyber bernama cybersastra.net seperti juga diri Saya.
Akhirnya Saya mengucapkan selamat kepada kemudian.com, terutama pada semangatnya untuk membuka ruang bagi tumbuh dan berkembangnya sastra tanah air, terutama puisi.
Salam.
Menuju Dunia Profesional...
Tuesday, November 6, 2007 | Labels: pengantar | 1 comments |Sayang, banyak yang terbentur oleh berbagai hal. Ide yang tiba-tiba buntu, rasa tidak percaya diri untuk menunjukkan tulisannya pada orang lain, rasa putus asa akibat hasil karyanya ditolak penerbit, ataupun karena lingkungan yang kurang mendukung.
Menjelang usia satu tahun KEMUDIAN pada bulan Desember 2007, komunitas ini telah memiliki lebih dari 3.000 anggota yang telah memajang lebih dari 5.000 hasil tulisannya berupa cerpen maupun puisi, serta mendapat lebih dari 45.000 umpan balik terhadap karya mereka. Dan masih akan terus bertambah.
Oleh karena itu, komunitas KEMUDIAN merasa terpanggil untuk mengembangkan mutu/ kualitas penulis-penulis muda, khususnya penulis KEMUDIAN.