Hingga Dini Hari (laporan oleh Ayu)

Tuesday, April 8, 2008 | Labels: | |

Oleh Ayu prameswary

Sehari sebelum Perkosakata

Saya terbangun tiba-tiba pada pukul empat pagi. Tanpa bunyi jam weker, atau suara Miki yang mengeong, pun karena dibangunkan seseorang. Mungkin hanya karena saya begitu bersemangat. Tapi langit masih gelap, jadi saya putuskan kembali pada pelukan bantal dan guling.

Dan saya yakin, semangat yang menyebabkan. Karena, setiap satu jam saya selalu terbangun. Akhirnya, pada jam enam pagi, saya putuskan untuk benar-benar bangun dan tidak menghiraukan rayuan bantal dan guling yang seakan memaksa saya kembali pada mereka.

Tidak seperti Windry dan Ratih yang bertugas menjemput Kinu di stasiun pada pagi buta, saya masih punya waktu untuk bermain dengan Miki. Hey, saya memang harus menyempatkan diri untuk memanjakan dia, karena akan saya tinggal selama dua hari.

Mari kita lewatkan saja kegiatan saya di rumah. Tidak penting itu. Akhirnya saya tiba di penginapan lantai dua, setelah sebelumnya saya menyempatkan diri berbelanja keperluan yang tertinggal dan minuman coklat untuk memanjakan pembicara dan moderator acara workshop ini (baca: TSP dan Kinu^^). Tak berapa lama, sampailah Kinu yang berbaju hitam, Windry dengan bawaannya yang banyak dan Ratih yang selalu ceria padahal mengantuk berat (bukan begitu, mba’ Ratih?).

Dengan tambahan satu personel baru –saya-, kami melaju ke daerah Kemang untuk makan siang, sekaligus mengantarkan Windry mengikuti bengkel novel di Cipete. Setelah dengan keji menurunkan Windry di pinggir jalan (maafkan kami, honey^^), kami bertiga berputar-putar di Kemang, bingung mencari tempat makan. Setelah berbingung-bingung dan berpanas-panas (maafkan tata bahasa saya yang ngaco ini), kami terdampar di Soto Kudus dan berakhir dengan ajakan Ratih untuk mencoba bakwan malang sebagai dessert (halah!).

Anyway, setelah menjemput Windry di Cipete dan Vivie di warnetnya, kami kembali ke Kuningan untuk bertemu rombongan lain yang bertugas menjemput TSP. Panas menyengat sepanjang siang tadi sudah berubah menjadi guyuran hujan deras yang membuat jalanan Jakarta semakin macet tak terkendali.

Kami bergabung dengan rombongan TSP yang sedang menikmati santap malam. Setelah briefing terakhir yang singkat, seluruh panitia bersiap pulang, mengumpulkan tenaga untuk keesokan hari. Tapi tidak dengan saya, Windry dan Ghea. Kami yang semula berencana menginap di tempat Ghea, berganti harus standby di penginapan. Dan sial, ada beberapa hal yang tidak kami persiapkan untuk menginap.

Sementara Windry ditemani Mirza berbincang bersama TSP dan Kinu, saya dan Ghea mulai menyusuri Jakarta, berputar-putar karena tidak tahu arah, mencari keperluan. Kembali ke penginapan dan keluar lagi, kali ini bersama Mirza dan Kinu. Lagi-lagi kami berputar-putar mencari market 24 jam, dari mini hingga nanggung. Seharusnya Jakarta adalah kota yang tak pernah tidur, tapi kenapa susah sekali mencari toko 24 jam?

Tengah malam, Windry beringsut ke balik selimut. Begitu pula dengan TSP dan calon nyonya, serta Kinu. Tinggallah saya, Ghea dan Mirza menikmati lembur hingga dini hari. Kira-kira pukul setengah tiga pagi, saya dan Ghea memutuskan untuk beristirahat, sementara Mirza kembali ke rumah sakit untuk menemani ibunda.

Waktu pun mengalun hingga pukul enam pagi...

**bersambung dong, ah**

0 comments: