Menyiapkan PERKOSAKATA Penuh CINTA (laporan oleh Windry)
Tuesday, April 8, 2008 | Labels: laporan | |oleh Windry Ramadhina
Jakarta, 5 April 2008
Hari besar itu diawali oleh hal besar: saya bangun pukul empat pagi, saat kucing saya bahkan masih melingkar di ujung selimut. Membawa satu set pakaian ganti, laptop tercinta, video camera dan LCD pinjaman dari Walikota Jakarta Timur, saya meluncur menuju Pondok Indah Square untuk menemui Ratih yang sudah siap dengan Karimun merahnya. Berdua kami menikmati Jakarta dini hari yang segar dan jauh dari kesan Ibukota, menyusuri jalan arteri, Sudirman, hingga Monas dengan kecepatan penuh. Gambir adalah tujuan kami. Moderator acara perkosakata, Kinu, sudah menunggu sejak pukul lima dan, percaya atau tidak, kami nyasar.
Dua kali kami melewati Imanuel, sampai akhirnya mobil kami berjalan mundur memasuki halaman parkir stasiun karena kami tidak rela melewati Imanuel untuk ketiga kalinya. Kinu kami temukan di Dunkin, berkaos Coca Cola dan membawa oleh-oleh bakpia dan Waktu Batu. Segera kami bertolak dari Gambir untuk mencari sarapan. Semula tanpa arah sehingga kami berputar dengan rute Gambir-Sudirman-Semanggi-Gatot Subroto-Kuningan-Menteng-Cikini (tolong disadari betapa sesungguhnya Cikini dan Gambir bisa ditempuh dengan jalan kaki). Kami sarapan bubur di depan TIM, kemudian Kinu minta diantar menjenguk suami Inez Dikara di JMC (Buncit), maka untuk kesekian kalinya kami seperti mengalami deja vu karena kembali melewati jalan yang sama.
Ayu menyambut di penginapan (Kuningan) dengan tas besar dan plastik belanjaan. Dengan formasi baru, kami makan siang di daerah Kemang (sungguh tidak mudah memilih tempat makan di daerah itu dengan budget terbatas). Menjelang pukul dua, saya didrop oleh rombongan di MP Books Point untuk mengikuti bengkel novel dan dijemput kembali pukul empat tepat. Ada sedikit masalah pribadi yang harus saya atasi sore itu. Hasil kelas saya di bengkel novel tidak terlalu baik dan butuh waktu untuk mengembalikan spirit optimis saya. Sebagai ketua, saya sadar, saya tidak boleh lemah di saat genting maka saya paksakan diri mengesampingkan perihal bengkel novel dan kembali melihat ke depan.
Masih di daerah Kemang, kami juga menjemput Vivie di warnet tempatnya bekerja. Vivie keluar dari warnet membawa spanduk acara lalu menjelang malam, rombongan pimpinan saya kembali ke Kuningan untuk bertemu dengan TS Pinang yang dijemput oleh rombongan pimpinan Bayu.
Malam itu hujan deras, Rasuna Said tergenang air tapi tidak mengurangi keceriaan panitia yang berkumpul untuk rapat terakhir. Kami makan malam bersama TS Pinang, calon nyonya dan Kinu. Setelah briefing dan pembagian tugas yang detil, tim berpencar. Saya, Ayu, Ghea dan Mirza kedapatan tugas standbye di penginapan. Kami masih harus mengurus banyak hal malam itu: berdiskusi bersama TS Pinang dan Kinu, menyiapkan materi, dan belanja beberapa hal (tidak lupa memijat pembicara dan moderator kami yang kecapaian karena perjalanan jauh). Saya tidur menjelang tengah malam setelah meminum obat radang tenggorokan, Mirza masih harus kembali ke rumah sakit untuk menjaga sang Ibu, sementara Ayu dan Ghe terus bekerja sampai dini hari.
(segera! Hari PERKOSAKATA penuh CINTA - gombal sekali bahasa ini ya hahaha)
Hari besar itu diawali oleh hal besar: saya bangun pukul empat pagi, saat kucing saya bahkan masih melingkar di ujung selimut. Membawa satu set pakaian ganti, laptop tercinta, video camera dan LCD pinjaman dari Walikota Jakarta Timur, saya meluncur menuju Pondok Indah Square untuk menemui Ratih yang sudah siap dengan Karimun merahnya. Berdua kami menikmati Jakarta dini hari yang segar dan jauh dari kesan Ibukota, menyusuri jalan arteri, Sudirman, hingga Monas dengan kecepatan penuh. Gambir adalah tujuan kami. Moderator acara perkosakata, Kinu, sudah menunggu sejak pukul lima dan, percaya atau tidak, kami nyasar.
Dua kali kami melewati Imanuel, sampai akhirnya mobil kami berjalan mundur memasuki halaman parkir stasiun karena kami tidak rela melewati Imanuel untuk ketiga kalinya. Kinu kami temukan di Dunkin, berkaos Coca Cola dan membawa oleh-oleh bakpia dan Waktu Batu. Segera kami bertolak dari Gambir untuk mencari sarapan. Semula tanpa arah sehingga kami berputar dengan rute Gambir-Sudirman-Semanggi-Gatot Subroto-Kuningan-Menteng-Cikini (tolong disadari betapa sesungguhnya Cikini dan Gambir bisa ditempuh dengan jalan kaki). Kami sarapan bubur di depan TIM, kemudian Kinu minta diantar menjenguk suami Inez Dikara di JMC (Buncit), maka untuk kesekian kalinya kami seperti mengalami deja vu karena kembali melewati jalan yang sama.
Ayu menyambut di penginapan (Kuningan) dengan tas besar dan plastik belanjaan. Dengan formasi baru, kami makan siang di daerah Kemang (sungguh tidak mudah memilih tempat makan di daerah itu dengan budget terbatas). Menjelang pukul dua, saya didrop oleh rombongan di MP Books Point untuk mengikuti bengkel novel dan dijemput kembali pukul empat tepat. Ada sedikit masalah pribadi yang harus saya atasi sore itu. Hasil kelas saya di bengkel novel tidak terlalu baik dan butuh waktu untuk mengembalikan spirit optimis saya. Sebagai ketua, saya sadar, saya tidak boleh lemah di saat genting maka saya paksakan diri mengesampingkan perihal bengkel novel dan kembali melihat ke depan.
Masih di daerah Kemang, kami juga menjemput Vivie di warnet tempatnya bekerja. Vivie keluar dari warnet membawa spanduk acara lalu menjelang malam, rombongan pimpinan saya kembali ke Kuningan untuk bertemu dengan TS Pinang yang dijemput oleh rombongan pimpinan Bayu.
Malam itu hujan deras, Rasuna Said tergenang air tapi tidak mengurangi keceriaan panitia yang berkumpul untuk rapat terakhir. Kami makan malam bersama TS Pinang, calon nyonya dan Kinu. Setelah briefing dan pembagian tugas yang detil, tim berpencar. Saya, Ayu, Ghea dan Mirza kedapatan tugas standbye di penginapan. Kami masih harus mengurus banyak hal malam itu: berdiskusi bersama TS Pinang dan Kinu, menyiapkan materi, dan belanja beberapa hal (tidak lupa memijat pembicara dan moderator kami yang kecapaian karena perjalanan jauh). Saya tidur menjelang tengah malam setelah meminum obat radang tenggorokan, Mirza masih harus kembali ke rumah sakit untuk menjaga sang Ibu, sementara Ayu dan Ghe terus bekerja sampai dini hari.
(segera! Hari PERKOSAKATA penuh CINTA - gombal sekali bahasa ini ya hahaha)