Saya di PerkosaKata (laporan oleh Dadun)

Tuesday, April 8, 2008 | Labels: | |

Oleh Dadun


Sebuah kerinduan yang kuat memang bisa mengalahkan apa saja. Katakanlah saya hanya seorang anak rumahan yang cukup asing dan ngeri dengan dunia luar, dan semua orang terdekat saya mengetahuinya. Maka, saya harus bisa meyakinkan hati mereka bahwa perjalanan Bandung – Jakarta bukanlah perjalanan lintas negara atau bahkan lintas rimba yang berbahaya, terlebih, saya bukan lagi bayi lelaki yang selalu nyaman mendekap diri di balik selimut merah.

Dan, kerinduan itu akhirnya membawa saya pada sebuah tempat yang tak pernah terpikirkan sebelumnya, dan bertemu dengan orang-orang yang hanya bisa saya pikirkan sebelumnya. Dalam sebuah agenda, PERKOSAKATA2008.

Saya tiba di lantai tujuh Gedung Nyi Ageng Serang bersama seorang perempuan berkaos putih. Kami saling berpandangan saat sedang berjalan menuju tempat yang sama. Saya yakin, dia sedang berpikiran sama dengan saya: are you Kemudianers? Dia pun memperkenalkan diri sebagai Brown—yang setahu saya, dia adalah member senior di kemudian.com. Lalu kami mengisi daftar hadir, dan beberapa orang yang menerima kami di sana nampak menguatkan otot mata saat melihat saya.

“Elo Dadun?” kata-kata itu ada yang meluncur dari mulut mereka langsung, dan ada juga yang hanya tertelan di tenggorokan dan memantul di kedua bola mata mereka. Entah itu berarti terkejut, atau mungkin... . Ah, apa pun itu, yang terpenting, akhirnya kami bisa bertatap muka dan tak perlu lagi bantuan keyboard untuk mengetikkan kata-kata.

T.S. Pinang, sang penyair (yang ngakunya) amatir tengah memberikan materi seputar puisi, didampingi sensei Kinu sang wartawan kuliner. Howaaa, saya tidak terlalu memerhatikan karena masih lelah dan cukup mengantuk akibat hampir lima jam perjalanan Bandung – Jakarta. Diam-diam saya sibuk memerhatikan orang-orang di sekitar. Seperti sebuah permainan tebak nama, ketika melihat seseorang, saya berusaha menebak id yang digunakannya di kemudian.com. Itu pasti Miss Worm, itu pasti Ratih, Chau, Rangga, Heri Purwoko, Sefry, hmmm mungkin itu Frenzy, dan, yang itu pasti Cassle. Sementara, saya duduk bersebelahan dengan Takiyo Annabani dan ABC, Kemudianers asal Bandung juga yang datang lebih awal dari saya. Dan, oh, juga ada Ghedesafti, Bayu MyBro dan adiknya yang kata Mbak Ratih mirip orang Pakistan, ada Kavellania si Nona Manis, ada Milda dan masih banyak yang lainnya. (yang tidak disebut jangan marah)

Lo sombong amat sih, Dun. Diem aja. Sok manis lo! =P

Tidak hanya SMS dari Yugi Yakuza sang MC saja yang bermaksud demikian. Beberapa Kemudianers lain pun sedikit memprotes ke-diam-an saya.

Saya: Lha, memang aslinya gue pendiam, kok.
Mereka: Di YM, lo dudulz.
Mereka: Belum keluar aslinya lo, Dun.
Mereka: Ayo, tunjukin dong ANUNYADADUN!!!

Dan, ke-diam-an saya tetap bertahan hingga acara makan siang bersama Creativeway13th dan kameranya, Niska dan ehmnya, Ananda dan cucurnya, Little Ayas dan ceretnya, juga Chau dan tidakmakannya.

Usai makan siang, acara dilanjutkan dengan bedah novel Kenangan Abu-Abu nya Winna Efendi a.k.a Frenzy yang dipandu oleh Sefry Khairil. Sayang, saya selalu tidak mampu bertanya, padahal tiga penanya terbaik berkesempatan mendapatkan novelnya. Tapi untungnya, saya memiliki keberuntungan lain, mendapatkan doorprize novelnya Ayu Prameswary a.k.a Fortherose yang berjudul Gemini dan Kepingan Mimpi. Dan, wah, Kemudianers yang lain nampak memprotes: Huuu... Dadun lagi... Dadun lagi...!

Acara semakin seru ketika Gheta maju dan membacakan cerita mini berjudul Topeng Monyet. Secara (katanya) anak teater, dia benar-benar menjiwai apa yang sedang dibacakannya. Saluuuut... saluuut... Belum lagi pembacaan puisi (judulnya saya lupa lagi) oleh Jorgy. Wiiih, lagi-lagi penjiwaannya mantap. Kalau Gheta membuat kami semua terbahak, maka Jorgy membuat kami merinding dan terkesiap. Setelah itu, Noni membacakan puisi diiringi petikan gitar Rangga Mahesaya. Manis, manis.

Menjelang penutupan, dua petinggi kemudian.com, Jeng Far dan Mbak Tiva maju untuk menceritakan sejarah kemudian.com. Setelah itu, masing-masing Kemudianers maju untuk menyebutkan id-nya, dan menyatakan harapan ke depan dari kemudian.com ini. Wah, sial, waktu giliran saya maju, Mirza “Mamad” a.k.a k4cruterz yang ternyata lebih gila diantara kami semua, benar-benar berhasil mempermalukan saya. Dia berlutut dan nyaris menyamai tinggi saya saat sedang berdiri. Dia merangkul saya, dan Kemudianers yang lain tertawa. Ananda bilang, seperti raksasa yang menerkam kurcaci. *Hihihi* Tapi, bagaimana pun saya senang bisa bersisian dengan salah satu penulis favorit saya di kemudian.com. Meski sebenarnya saya sedikit sedih karena idola saya tidak datang. *Hiks hiks*

Sesi yang paling ditungu-tunggu adalah sesi foto-foto. Kapan lagi bisa berada satu frame dengan Miss Worm? *Ting!* ya, tentu saja, kapan lagi bisa beramai-ramai berfoto dengan semua Kemudianers yang super-menyenangkan?

Jam sudah menunjukan angka empat, pertanda acara berakhir. Tetapi kami masih punya sisa waktu di salah satu ruangan di lantai dua. Sebagian Kemudianers sudah pulang, termasuk teman-teman dari Bandung, Takiyo dan ABC. Panitia dan beberapa Kemudianers yang bukan panitia masih berkumpul di lantai dua. Dan saya di sana, merasa enggan untuk berpisah.

Selama satu tahun lebih kami hanya saling menyapa lewat ‘dunia kedua’ yang meski mampu meniadakan jarak dan sekat, tetapi tak cukup mampu mempertemukan kedua pasang mata dan berbalas ucap secara nyata, juga bersentuhan. Dan tak lebih dari satu hari itu, akhirnya, kami dapat bertemu dan berkumpul bersama. Takdir memperbolehkan kami saling menatap, berucap dan menyimak, bersalaman, bahkan toyor-menoyor. Kami bukan saudara, bukan sahabat, bukan kenalan dan bukan siapa-siapa yang akhirnya dipersatukan menjadi keluarga besar yang bahkan memiliki keterikatan yang jauh lebih erat dari sekadar relasi yang disebutkan.

Tetapi, bagaimanapun hidup terus berjalan, dan saya harus pulang sore itu juga, dengan sejuta kesan yang mendalam.

Kapan kita bertemu lagi, Kemudianers?***

0 comments: